Sabtu, 24 Oktober 2009

Waktunya vs WaktuNya

Pepatah mengatakan “indah pada waktunya”. Bertahun-tahun saya berpikir arti dari pepatah ini adalah segalasesuatunyanya terjadi atas kehendak Tuhan. Bertahun-tahun saya hanya mendengar pepatah ini tanpa memperhatikan sumber dimana tulisan ini dituliskan. Ketika saya benar-benar membaca di sumber tulisan ini dituliskan, kata ’nya’ pada ‘waktunya’, bukan menunjukkan kepemilikan Tuhan, tetapi untuk manusia atau benda tertentu. Pikiran saya masih berdalih, “akh… sepertinya salah tulis”, namun hati saya tidak sejalan, “tidak ada yang salah dengan penulisan ini”. Pepatah ini benar adanya.

Setiap benda ataupun manusia mempunyai life time tertentu. Setiap benda elektronik dapat dihitung life timenya, bias dihitung dari data yang tercatat di book sheetnya, ditambah data lama pemakaian. Hidup manusia juga dapat dihitung menurut pola hidup yang dilakukannya (note: perhitungannya minus kasih karunia ya). Ada website yang dspat menghitung umur anda, tujuannya adalah agar Anda dapat memperhatikan pola hidupmu, check it out http://www.deathclock.com/. Jika Anda tidak memperhatikan signing tersebut, maka perhitungan tersebut bisa saja tepat. Ini bukan ramalan bintang, tapi logika.

WaktuNya

Bicara soal waktu Tuhan, bahwa Allah itu dapat menginterfensi hidup manusia itu. Kapan saja, dimana saja, tidak ada yang pernah tau. Ada bagian Alkitab yang menjelaskan pada kita, bahwa Tuhan bersembunyi di awan gelap. Tuhan senang ditemui di tempat persembunyianNya. Tetapi menurut ‘waktuNya’, Dia akan keluar dari awan gelap dan menyatakan kemuliaanNya. Seringkali Tuhan mempercepat ‘waktunya’ itu. Artinya Tuhan menginterfensi hidup manusia itu. Dia tau jika ‘waktunya’ tidak dipercepat, maka akan lebih banyak penderitaan/ kerusakan yang dialami manusia tersebut. Dia tau manusia tidak sanggup melaluinya sendiri, oleh sebab itu Dia mempercepat ‘waktunya’ dengan menginterfensinya menjadi ‘waktuNya’. ‘WaktuNya’ juga sering digunakan kata ‘harinya Tuhan’, the day of The lord, yaitu waktu tertentu saat Dia menyatakan diriNya.

Waktunya

Untuk segala sesuatunya di muka bumi ada waktunya. “there is appointed time”. Tuhan sudah menciptakan waktu. Bahkan di dalam hidup manusia juga dititipkan signing waktu, ‘time clock’ manusia, yaitu jantung. Menurut detak ‘clock’ ini semua system informasi tubuh manusia ini diatur. Ada waktu untuk makan, ada waktu mengunyah dibantu oleh enzim air liur, ada waktu untuk penyerapan, ada waktu untuk mencerna, ada waktu untu pembuangan zat sisa. Prosses ini kita kenal sebagai metabolism tubuh. Jika life time manusia ini telah selesai, time clock jantung juga berhenti, manusia mati.

Seorang anak yang lahir harus tumbuh. Ketika berusia 9 bulan, jika anak tidak bisa berjalan, orang tua akan kalang kabut. Pada usia 2 tahun, anak belum bisa bicara, orang tuanya juga kalang kabut. Usia 5-6 tahun, seorang anak harus masuk sekolah dasar, dst. Jika anak tersebut pada waktunya seharusnya sudah tamat sekolah, tetapi ia tidak mencapainya, ia sudah kehilangan momennya waktunya.

Tuhan Yesus pernah mengutuk pohon ara yang tidak berbuah (Mat 11:33). Memang saat itu belum ‘waktunya’ (kairos) untuk berbuah, namun, pohon tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda akan berbuah sama sekali. Ada akibat jika tidak mencapai ‘waktunya’. Di dalam bagian lain alkitab (Ibr 5:12), ada ayat yang mengatakan, ”ditinjau dari sudut waktu (chronos), sudah seharusnya menjadi pengajar”.

Ada dua jenis waktu, yaitu kairos dan chronos. Kairos adalah waktu pencapaian, periode kualitatif, ditandai oleh pengaruh atau prevalansi dari sesuatu. Dalam kehidupan sehari-hari yang kita kenal sebagai quality time, waktu cuplik, sebentar saja. Menurut arti kamusnya (http://www.kypros.org/cgi-bin/lexicon), yaitu time, wheather. Chronos adalah waktu kuantitatif, periode yang dapat diukur dengan benda-benda dan peristiwa dan menunjukkan berlalunya saat. Menurut arti kamusnya, tense, tenure, time). Contohnya: ‘sudah sekian lama’, Mark 9:21, dll.

Jangan sampai kita kehilangan ‘waktunya’, kitalah yang harus mengatur bagaimana kita harus hidup. Ketika kita percaya pada janji Tuhan, janji itu punya waktu untuk sampai kepada penggenapannya. Alkitab berkata “apabila sudah datang waktunya (kairos), kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6:9). Berarti kita bisa kehilangan momennya. Banyak orang kehilangan momen menikmati janji Tuhan. Ada yang seharusnya sudah (waktunya-kairos) mendapatkan berkat besar, namun berkat itu tertahan, atau berkat itu tidak jadi datang. Padahal Tuhan sudah mempersiapkan berkat yang seharusnya menjadi milik kita itu. Namun ketika waktunya tiba, kita kurang kualify untuk menerima berkat itu, maka lewatlah kairos kita itu. Wow.. sayang sekali ya… Come on my friend, jangan biarkan momen indah bin luar biasa itu terlewat saja di depan hidungmu, raihlah berkatmu, tetap kuat dalam Tuhan, Dia pasti memberi kekuatan. Jangan pernah harapkan mujizat jika kamu tidak mau melangkah. Tuhan memberkati “langkah-langkah orang”, artinya hanya orang yg melangkah, bukan duduk diam menunggu. Memang ada waktunya kita berdoa, menunggu hadirat Tuhan, tetapi tidak layak kalau kita hanya berdiam diri saja. Ada yang menjadi bagian Tuhan (kewajiban), ada yang harus kita kerjakan (kewajiban kita). Kita bukan managernya Tuhan, Dialah manager kita, seharusnya kita yang lebih banyak bekerja. Come on jangan jadi Kristen manja yang hanya mengharapkan mujizat, tanpa mau dibentuk jadi dewasa.

Begitu berharganya waktu. Kej 1:5 Tuhan menciptakan waktu. Setelah menciptakan terang, maka waktu juga diciptakan. Waktu berfungsi untuk membantu mengatur segala sesuatu, sebagai penanda. Semua yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah untuk dikelola dengan baik, termasuk waktu. Jika kita tidak mengatur waktu, sudah pasti kita yang akan diatur olehnya. Kitalah yang seharusnya me-manage waktu, bukan waktu yang mengatur kita. Bagaimana mungkin orang berkata “akh.. aku tidak punya waktu”. Mungkin lebih tepatnya adalah, “maaf, saya belum bisa mengatur waktu saya”. Semua manusia diberikan waktu oleh Tuhan 24 jam saja. Aturlah waktu dengan baik, waktu untuk berdoa, waktu untuk berbincang dengan keluarga, waktu beribadah kepada Tuhan, waktu untuk bermain, waktu untuk istirahat. Bahkan Tuhan juga sangat menghargai waktu tidur kita. Tidur juga idenya Tuhan. Pada waktu tidurlah kita diberkatinya. Semuanya mempunyai porsi masing-masing, yang tidak boleh dihilangkan salah satunya pun. “Selamat mengatur waktu, jangan sampai kehilangan momen”.

Rabu, 14 Oktober 2009

Menghormati vs Mentaati Orang tua

Apakah menghormati itu sama dengan mentaati? Tentu saja berbeda. Mari kita melihat defenisi dari menghormati dan mentaati ini. Sering sekali kita menggunakan kata-kata ini dalam konteks arti yang sama. Kesalahan dalam penggunaan kata ini membuat kita keliru dan betapa sayangnya lagi jika dalam hal kita membaca dan melakukan Firman Tuhan juga bias salah. Hah??

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang sudah dionlinekan (http://kamusbahasaindonesia.org),

* menghormati berarti: (1) menaruh hormat kpd; hormat (takzim, sopan) kpd: anak-anak wajib ~ orang tua; (2) menghargai; menjunjung tinggi: kita harus ~ pendapat dan keyakinan orang lain; (3) mengakui dan menaati (tt aturan, perjanjian): kita akan ~ persetujuan dan perjanjian yg telah kita buat
* Taat, berarti: senantiasa tunduk (kpd Tuhan, pemerintah, dsb); patuh.



Secara singkatnya dapat diterangkan bahwa, menghormati itu tidak sama dengan mentaati/ taat. Menghormati belum tentu taat, tetapi taat sudah pasti menghormati, harus mengikuti secara penuh. Konteks ‘menghormati’ jika bersentuhan dengan peraturan, berarti sudah memasuki daerah ‘taat’, harus dijalankan.

Apakah yang dikatakan alkitab tentang kedua hal ini? Alkitab tidak menyuruh kita (secara global/ keseluruhan) untuk mentaati orang tua. Marilah kita perhatikan apa yang alkitab katakana tentang kedua hal ini.

Ef 6:1 “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.”

Anak-anak (tekna) di sini adalah anak yang masih di bawah perawatan/ pengawasan orang tuanya, anak yang belum dewasa. Anak di sini bukanlah dalam arti kiasan, tetapi anak dalam arti denotasi/ yang sebenarnya.

Di masing- masing daerah ada peraturan yang berbeda-beda. Ada daerah yang menyatakan seorang anak itu telah dewasa jika sudah berumur 17 tahun, ada juga yang dinyatakan dewasa jika sudah menikah walaupun usianya masih 15 tahun. Secara standarnya kita mengikuti undang-undang di Indonesia secara global. Untuk mengecheck usia berapa yang sudah masuk usia dewasa, gampang! Silahkan saja pergi melayani ke penjara anak, dan tanyakan usia maksimal di penjara anak. Di Indonesia, seseorang dinyatakan dewasa adalah ketika dia memasuki usia 21 tahun.

Jika diterjemahkan ke bahasa kita nih, “Hai anak-anak (20 tahun ke bawah), taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,…”. No comment, no reason, kudu taat cinngg. Wew… sorang remaja zaman sekarang pasti akan risih mendengar perkataan ini. Di sekolah-sekolah internasional di Indonesia, mulai dari anak playgroup sampai jenjang university sudah diajarkan berargumen dengan orang tuanya. Khususnya buat anak-anak remaja (usia 12 thn – 20 thn), anak baru melek baru melihat dunia, terkontaminasi dengan pergaulan, punya kehendak bebas, menyadari punya potensi dan hidup di zaman serba knowledge. Tidak sedikit anak muda yang menganggap orang tuanya sangat kolot tidak tau perkembangan zaman. Ya secara sih emang bener, tetapi alkitab tidak menganjurkan memandang orang tua sebelah mata.

Lanjut… Jangan senang dulu 21 tahun ke atas… Alkitab menuliskan peraturan yang jelas tentang ‘menghormati orang tua’. Ef 6:2-3, “Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”. Perintah untuk menghormati orang tua adalah perintah pertama untuk perintah ‘mengasihi sesama manusia – kasih secara horizontal’. Wow…. Setiap orang, besar, kecil, tua, muda diwajibkan untuk menghormati orang tua. Di dalam Kel 20 juga mencatat tentang menghormati orang tua.

Ingat prinsipnya, menghormati belum tentu harus taat. Tetapi di dalam ketaatan terdapat hormat. Seorang anak pasti akan tumbuh dewasa. Setelah dewasa, dia punya tanggung jawab atas dirinya sendiri, dia harus menentukan arah hidupnya sendiri. Apalagi jika seorang anak tersebut menikah dan punya keluarga sendiri, ia tidak harus taat lagi kepada orang tuanya namun tetap harus hormat kepada orang tua. Secara manusiawi yang diciptakan Tuhan begitu unik, antar anak dan orang tua saja pasti ada selisih pendapat, tetapi keputusan ada di tangan pribadi sang anak itu. Jika orang tua memberi nasihat, sudah sepantasnya kita untuk mendengarkannya, namun semua itu hanyalah saran yang positif untuk kita. Belum tentu saran tersebut berfaedah bagi kita. Tidak semua hal yang baik berfaedah bagi kita. Jangan lupa tetap menghormati orang tua.



Ada suatu organisasi gereja yang mempunyai peraturan bahwa seorang anak dosanya masih ditanggung orang tuanya, sampai anak ini belajar alkitab di usianya 17 tahun. Istilahnya adalah naik sidi. Saya hanya berpikir (walaupun saya tidak setuju dengan prinsip ini, tetapi saya menemukan suatu nilai positif), mungkin maksud mereka adalah 17 tahun adalah usia dewasa, atau seorang yang sudah naik sidi sudah dinyatakan dewasa. Mereka harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri (termasuk dosanya ), karena tidak berada di bawah tudung orang tuanya lagi, tidak berada di bawah otoritas orang tuanya lagi. Seorang anak, ada di bawah asuhan orang tuanya, di bawah tanggung jawab orang tuanya, tetapi ketika dia dinyatakan dewasa maka dia keluar dari tudung orang tuanya.

Di dalam pertumbuhan iman, ada tahap lahir, tumbuh, dewasa. Kita diangkat menjadi anak-anak Allah setelah kita mengalami proses kelahiran baru. (Sstt….!! ‘Keselamatan’ itu adalah pelajaran level satu kekristenan loh… saatnya kita tumbuh dan mengarah kepada kedewasan seperti Kristus – Ibr 6:1). Ketika kita baru lahir baru, rasanya apa saja yang kita doakan tokcer, jeng…jeng…jeng.. Tuhan langsung jawab. Ooo… so sweet, rasanya ikut Tuhan itu begitu indah. Ketika datang pencobaan, tinggal ngoeeekk… Tuhan langsung datang memberi pertolongan. Amazing!!

Hey, pernah liat bayi kecil yang baru lahir? Sebentar aja bayi ini nangis, sang ibu, dang ayah buru-buru datang menghampiri dia, segera member i pertolongan, apakah dia lapar? Atau sudah ngompol, minta diganti popok. Tetapi ketika dia tumbuh menjadi seorang anak, sedikit demi sedikit anak itu mulai diberi tanggung jawab. Saat anak ini nangis, mungkin oarng tuanya tidak segera datang lagi, ada orang tua yang justru marah, “hei diam!”. Ada juga reaksi orang tua yang memberi pengertian. Begitu juga dengan kekristenan kita, mungkin sekarang doa kita sepertinya tidak dijawab, mata sudah bengkak-bengkak menangis, tenggorokan kering, bibir pecah-pecah, panas dalam, oohh… tidaaakk... langit seperti membatu. Apakah saudara mengalami hal yang demikian, jangan kuatir bro n sis, I’m with you. Welcome!! We are grow up now. You can choose, better for you to grow up or only grow old?

Di dalam hubungan kita dengan Tuhan, Dia mau supaya kita menjadi seperti anak kecil, karena Tuhan mau kita tetap berada di bawah otoritasNya, bergantung penuh pada Tuhan. Ketika kita menempatkan diri seperti seorang anak, kita harus taat akan kehendak Tuhan. Bukan sekedar hanya menghormati Tuhan tetapi mengambil keputusan untuk taat kepadaNya. Untuk mengetahui kehendakNya kta perlu bergaul erat dengan Tuhan. Mazmur Daud berkata, “Selidikilah aku dan kenalilah batinku…” Maz 139. Dalam suatu hubungan kita harus saling menyelidik, membiarkan diri kita diselidiki dan berusaha untuk menyelidiki apa mau partner relation kita itu juga. Demikianlah hubungan kita dengan Tuhan juga. Menghormati dan mentaati Tuhan itu seharusnya wajib hukumnya, namun banyak orang kristen yang masih hanya menghormati saja, belum ke tahap taat. Marilah kita sama-sama belajar untuk hormat dan taat kepada Tuhan. (iyut)