Jumat, 08 Januari 2010

Talenta

TALENTA
Mat 25:14-30

Apakah talenta itu? Talenta adalah ukuran timbangan di Timur Tengah, pada zaman alkitab sebesar 3000 syikal (sekitar 34 kilogram). Dalam Perjanjian Baru, 1 talenta merupakan ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6000 dinar. Satu dinar adalah upah pekerja (kebun anggur) dalam sehari (Mat 20:2).

Setiap hari kita diperhadapkan dengan keuntungan vs resiko, kemalasan vs kemiskinan, kerajinan vs kekayaan, keberuntungan vs kesialan. Bahkan hari sial juga diijinkan Tuhan unruk terjadi. Setiap hari kita harus mengambil keputusan apa yang harus kita lakukan dalam seharian itu. Bahkan hal mood baik atau mood buruk juga kita yang tentukan. Itulah bagian yang menjadi tanggung jawab kita setelah Tuhan telah melakukan bagiannya untuk kita. Setiap Firman Tuhan yang Tuhan berikan selalu melibatkan ‘apa yang akan Tuhan lakukan bagi kita’ dan ‘apa yang harus kita lakukan’.

Setiap orang telah Tuhan titipkan ‘modal dasar’ untuk menjalankan hidupnya, dapat berupa bakat, kemampuan, talenta, apakah seseorang itu pandai bicara, apakah seseorang itu jago dalam hal berpikir, berhitung, membuat konsep, pekerja bahkan hanya ahli dalam hal bermimpi. Setiap orang diberikan ‘seed of greatness’ yang berbeda-beda. Jika hal ini dapat kita sadari di dalam suatu keluarga, komunitas, perusahaan ataupun gereja, perbedaan seperti ini adalah kekuatan yang luar biasa. Setiap orang mempunyai bagiannya sendiri-sendiri. Tidak semuanya bisa berbicara kepada orang seperti layaknya sales, penginjil, tetapi ada orang yang yang hanya membuat konsep. Bagi dirinya berpikir adalah suatu pekerjaan. Di dalam gereja ada yang mengkhususkan diri hanya sebagai pembrita Firman Tuhan (Kis 6:2), ada yang hanya sebagai pelayan meja, langsung terjun ke masyarakat atau jemaat. Tentu saja semua itu Tuhan jadikan untuk kebaikan.

Rasanya tidak adil, jika orang tua hanya menganggap pintar seorang anak yang jago matematika saja. Tidak adil juga bagi seorang anak yang suka bicara dianggap nakal. Seorang guru di sekolah menganggap anak yang kinestetik itu nakal, bukankah itu aneh? Padahal setiap orang tua pernah berdoa agar Tuhan memberikan anak yang terbaik yang akan dia lahirkan di keluarganya. Ini semua hanya tergantung dengan bagaimana kita mengelola berkat Tuhan, yang kita minta sebagai “yang terbaik” dari Tuhan. So do not complain.

Kembali kepada talenta. 1 Talenta = 6000 dinar. Dan 1 dinar adalah upah minimum regionalnya (karena upah ini diberikan kepada pekerja kebun anggur). Kita akan berbicara tentang UMR (Upah Minimum Regional). Misalnya saja di Indonesia, Jakarta, ada orang yang menghitung (berdasarkan harga minyak dunia) Rp 900.560/ bulan, katakana saja Rp 30.000/ hari. Mari kita berhitung…. Mari kita lihat mengapa seorang tuan yang menitipkan talenta kepada hamba-hambanya itu marah ketika mendapati seorang yang dititipkan 1 (satu) talenta itu tidak mengelola talenta/ uang tersebut. Sebegitu kejamkah tuan itu? Jika tuan itu dianalogikan sebagai Tuhan, sekejam itukah Tuhan?
Uang yang dititipkan itu jika diberikan kepada orang Indonesia,
• Untuk yang satu talenta:
1 talenta x 6000 hari kerja x Rp 30.000 = Rp 180.000.000
• Untuk yang dua talenta:
2 talenta x 6000 hari kerja x Rp 30.000 = Rp 360.000.000
• Untuk yang 5 talenta:
5 talenta x 6000 hari kerja x Rp 30.000 = Rp 900.000.000

Wow… banyak yaaa!! Bisa kita bayangkan uang sebegitu banyak, Rp 180 juta hanya disimpan di bank, belum lagi kalau banknya diliquidasi, habislah. Pernahkah kita mempunyai mimpi menjadi produsen bukan konsumen? Pernahkahn kita berpikir untuk melakukan sesuatu untuk Negara ini, tidak hanya numpang menerima subsidi saja, tetapi bisa menjadi berkat menjadi bangsa ini? Seharusnya orang Kristen dapat ‘mencipta’ bukan hanya menikmati hasil ‘cipta’ orang lain. Bukankah Tuhan kita adalah Tuhan Allah yang kreatif, seharusnya kita yang percaya kepadaNya juga dapat melakukan hal-hal yang besar bersamaNya, memakai namaNya yang ajaib dan menjadi luar biasa bersama denganNya. Seperti wajar Tuhan marah kepada hamba yang malas itu.

Ingat, Tuhan menitipkan ‘benih’ yang luar biasa itu di dalam diri kita. Alkitab mengatakan iman sebiji sesawi atau biji sawi dapat memindah gunung. Asalkan iman itu disiramin, diberi makan dan diberi lahan yang baik untuk bertumbuh. Bagaimana jika kita adalah biji sawi itu? Bukankah kita perlu disirami, kita perlu lahan yang subur, kita perlu nasihat-nasihat, kita perlu didikan, siraman rohani dan jasmani, terutama kita butuh makanan. Tanpa makanan kita tidak dapat ikut dalam pengalaman rohani juga.

Bukan hanya itu saja Dia beserta dengan kita. Tuhan melihat kita dalam segala kesukaran kita (Mark 6:48). Ia akan sengaja melewati kita untuk memastikan kita dalam keadaan baik-baik saja, walaupun Dia tau betapa ahlinya kita melakukan pekerjaan kita itu. Padahal dalam peristiwa sebelumnya di Mark 4:39-40, Yesus sudah mentraining mereka -- para murid, setidaknya Yesus sudah mengajari bagaimana cara mereka menghadapi badai di saat mereka para professional kelautan sudah menyerah, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”.

Kemudian pada peristiwa angin sakal berikutnya, Yesus yakin bahwa mereka pasti bisa melewati angin sakal itu, karena mereka sangat professional dan juga mereka sudah ditraining sebelumnya. Namun demikian, Yesus tetap mengechek keadaan mereka apakah mereka baik-baik saja menghadapi angin sakal? Haha… sayangnya mereka gagal karena tidak mengenal Tuhan, tidak mengenal Yesus, bukan karena menghadapi angin sakal. Mereka lolos menghadapi angin sakal, tapi gagal ketika ‘menganggap’ Yesus sebagai pribadi yang lain, Hantu. Tetaplah ingat Yesus dalam keberhasilan kita, kenalilah Tuhan kita, Dia tidak pernah meninggalkan kita sekalipun Dia tau kita sangat professional di bidang kita, sekalipun kita berada pada tempat dan waktu yang tepat.

Kembali ke hal talenta. Di dalam Matius 18:21-35. Ada kisah dua orang hamba yang berhutang, yang satu berhutang 10.000 talenta. Dan yang satu berhutang 100 dinar saja. Perbandingannya 1:600.000. Mari kita lihat perbadingannya, seandainya kasus ini terjadi di Indonesia:
• 10.000 x 6000 = 60.000.000 dinar atau 60.000.000 hari kerja atau 164.384 tahun. Jika seandainya 1 (satu) generasi – jarak umur antara orang tua dengan anak adalah 30 tahun, maka ada 5.479 generasi yang harus bekerja kepada tuannya, masing-masing 15 tahun. Atau jika hamba tersebut mempunyai anak 10 saja dalam tiap generasi, maka hutangnya dapat selesai dalam 16 tahunan, tiap orang dalam 4 generasi harus bekerja pada tuannya paling tidak 16 tahun, itupun harus setiap hari kerja. (Hitungannya 164.384 tahun/ 104 = 16,4384 tahun). Atau si hamba ini harus memproduksi lebih banyak anak, supaya hutangnya bias cepat lunas. HUtang apakah dia ini sampai 60.000.000 x Rp 30.000 = Rp 1.800.000.000.000. Wew… ini hutang Negara atau organisasi euy. Atau si Hamba ini hutang judi kah? Tapi ajaibnya… Sang Tuan membebaskan hamba tersebut dari hutang 4 generasi itu. Whattt???? Lohh.. koq enak yaa?
• Hamba dari Hamba dari tuan yang membebaskan hutang itu punya hutang 100 dinar saja, alias 100 hari kerja. Hanya 100 hari kerja, kira-kira 4 bulan saja (1 bulan = 25 hari kerja). Tetapi si hamba yang baru dibebaskan dari hutang ini memasukkan hambanya dalam penjara. Oo.. bagaimana bias melunaskan hutang bila dipenjara? Bagaimana bisa bekerja? Bukankah artinya si hamba yang jahat ini dendam sama sekali dan tidak mau membebaskan hambanya yang berhutang hanya 100 dinar itu? Yahh sekitar Rp 30.000 x 100 = Rp 3.000.000 doang.

Perumpamaan ini tentang pengampunan. Pengampunan lebih bermanfaat untuk si pemberi pengampunan dibandingkan dengan yang diberi pengampunan. Jika tidak mengampuni maka para tormentor akan menyiksa sehingga makin buruklah keadaan orang yang tidak mengampuni itu.

Back to talenta again…. Saya bicara kepada temen-temen remaja/ pemuda, “heyy… seandainya bokap lo ngasih uang Rp 180 juta, mau lo apain? Lo tega hanya nyimpen di bank, atau mulai berpikir bagaimana cara menghabiskannya? Heyy.. young people be smart!!”. Selama 16 tahun minimal nih (6000 hari kerja/365 = 16,4 tahun) kita tinggal gratis di rumah Bapak kita, tanpa bekerja. Tanggung jawab kita hanya sekolah doang. Apakah 16 tahunnya dimulai dari kita masuk SD kah, atau mulai kita lahir kah, tergantung dari anugrah pada masing-masing pribadi. Itu hanya minimal. Anak-anak Tuhan tidak dibiarkan minta-minta roti. Roti untuk dimakan. FT tidak bilang berlian/ emas/ mobil Ferrari/ BMW lohhh, tapi roti. Minimal Tuhan menyediakan makanan untuk dimakan, tidak harus makan mewah, tetapi makanan saja. Kalau mau makan mewah ya harus berusaha lebih. Hehe...

Temen-temenku yang sudah bekerja, apakah kita tidak berpikir untuk membangun bangsa ini. Ini zamannya kita, generasi kita, bangsa ini ada di tangan kita. Jangan lupa utang bangsa juga dibebankan kepada generasi kita. Bagaimanakah kita mengelola ‘Rp 180 juta’ yang diberikan kepada kita? Let’s we think smart. We can do it. Yukz kita ber-entrepreneur ria, menyediakan lapangan kerja, bukan hanya kerja di lapangan kerja yang sudah tersedia. Kita anak-anak Tuhan, pastinya kita juga dititipkan gen kreatif, karena kita kita mempunyai Tuhan yang kreatif. He is Elohim, God is creator.

Bagaimana cara mengelola ‘Rp 180 juta’ itu tergantung pada ‘seed of greatness’ kita masing-masing. Pastinya berbeda satu sama lain. Ada yang jago di satu bidang, dan lemah di bidang yang lain. Ada yang jago ngomong, cocok jadi sales. Ada yang jago berpikir, analisa cocok pada pekerjaan laboratorium, dll. Yuk kita berkreasi, lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan sehingga kita dapat melakukan yang terbaik. Lakukan saja apa yang kita senangi, senangi apa yang kita kerjakan.

“Bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah Dia beri, Jangan complain terhadap apa yang tidak Tuhan beri”.